Semangat & Sifat Pantang Menyerah Murid TK di Jepang


kali ini Saya akan cerita tentang pendidikan anak TK di Jepang yang kemarin saya saksikan di TV.saya setel TV dan ada acara siaran ulang diskusi pendidikan TK di sebuah channel TV.

Yang menjadi nara sumber adalah seorang guru TK kira-kira berumur 50 tahun. Selain artis dan aktor Jepang, hadir pula sejumlah orang tua. Saya tidak mengikutinya dari awal, tapi sempat melihat cuplikan yang menarik tentang bagaimana anak-anak TK dilatih untuk tidak mudah menyerah.

Kegiatan belajar hari itu adalah belajar di alam. Tujuannya untuk melatih semangat dan sifat tak kenal menyerah, serta mengenalkan anak TK tentang makna kata “berat”. Sepele barangkali !

Sejumlah anak TK diajak ke kebun ubi, kemudian guru meminta mereka menggendong ubi jalar yang jumlahnya diputuskan sendiri oleh si anak dengan mengira-ngira kekuatan masing-masing. Ubi jalar ditaruh di dalam ransel dan mereka harus berjalan membawa ubi jalar tersebut dari kebun ke sekolah. Perjalanan yang harus ditempuh cukup jauh dan melewati areal kebun sayur dan jalan agak mendaki, memakan waktu kira-kira 1 jam.

Semua anak tidak mau dikatakan anak yang lemah, jadi mereka berlomba-lomba mengangkat 10 atau lebih ubi jalar besar. Pemandangan selanjutnya menunjukkan seorang anak terjatuh terjerembab tatkala berjalan separuh perjalanan. Seorang anak lagi jongkok memegangi lututnya yang gemetar karena beratnya beban di punggungnya. Gurunya menyemangati : “Ganbatte !” (Ayo, semangat !).

Ketika melihat sebagian anak dalam kondisi terseok-seok, melemah, Ibu Guru menawarkan untuk mengurangi beban ubi jalar, tapi si anak menggeleng tanpa bisa mengucapkan sepatah katapun. Yang membuat saya terkagum-kagum adalah seorang anak yang sekalipun sudah kelihatan jelas dia tak sanggup lagi berdiri, air matanya pun sudah meleleh, tetap menggeleng ketika ditawari mengurangi beban. Wuih…!

Beberapa temannya yang sudah menyelesaikan tugas datang membimbing tangannya, dan terus menyemangatinya, gambatte ! mou sukoshii yo ! (Ayo, semangat, sedikit lagi !). Orang tua yang melihat ini pasti akan memarahi ibu guru karena mempekerjarodikan putra-putri tersayangnya. Tetapi ibu guru ingin mengajarkan anak-anak tentang sebuah semangat untuk menjadi orang sukses.

Tindakan yang harus dilakukan setelah tiba di sekolah adalah menimbang ubi jalar yang dibawa dari kebun. Setibanya di teras sekolah beberapa anak langsung menggeletak tanpa sempat melepaskan ranselnya, jadilah mereka terlentang beralaskan ransel berisi ubi jalar. Saat ubi jalar ditimbang, semuanya menjadi takjub karena ternyata mereka membawa ubi jalar di atas 10 kilo. Ibu guru kemudian memuji mereka akan kerja keras dan semangat mereka. Hari ini mereka sudah mengenal apa itu beban berat

Di sesi kedua acara TV ditunjukkan seorang guru yang ingin mengajari anak-anak tentang kehati-hatian. Kegiatan hari itu adalah masak memasak dengan menggunakan peralatan yang sebenarnya. Peralatan yang digunakan adalah pisau besar (pisau daging) yang tajam. Biasanya untuk mengajari anak-anak TK aktivitas di dapur, banyak ibu guru akan mempergunakan pisau-pisauan dari plastik untuk menghindari tangan teriris. Tapi kali ini, yang ingin diajarkan adalah kehati-hatian. Jadi harus benda asli, jika tidak hati-hati tangan akan teriris.

Sebelum mulai acara potong-memotong, semua anak berdiri mengerumuni ibu guru yang menjelaskan bahwa pisau yang akan mereka pakai adalah pisau yang tajam, sekaligus menunjukkan bagian yang tajam dan bagian yang tumpul agar jangan terbalik ketika memakainya. Ibu guru juga menunjukkan cara mengiris yang benar, mengingatkan bahwa karena pisau ini tajam dan bisa mengiris tangan kalian, maka yang diperlukan adalah bukan kecepatan kerja tetapi kehati-hatian.

Saya yang ikut menyaksikan kejadian itu ikut deg-degan ketika melihat masing-masing anak dengan celemek dan topi koki lengkap berdiri di depan meja sambil memegang pisau yang besarnya dua kali tangan mereka. Anak-anak harus mengiris wortel, bawang bombay, kentang dan aneka umbi dan sayur lainnya. Karena sudah dipesani harus hati-hati maka semua anak benar-benar memotong dengan pelan-pelan. Dan syukurlah tidak ada yang mengiris jari tangannya

Selesai acara potong memotong, ibu guru kemudian mengolah bahan-bahan tersebut menjadi santapan makan siang yang nikmat.

Begitulah, mengajari anak TK tentang sebuah bahaya tidak bisa jika hanya menceramahi mereka dengan mengatakan pisau itu tajam tetapi tidak pernah membiarkan mereka menyentuhnya. Ibu di rumah pun akan langsung berteriak ketika anak memegang pisau : Awas, tajam itu, Nak ! Jangan main pisau ! Tapi bukan berarti Ibu harus membiarkan tangan anak teriris untuk menunjukkan bahayanya pisau. Yang harus dilakukan adalah mengenalkan bahaya tersebut melalui pengalaman menggunakannya.

Mendidik anak-anak memang tidak bisa hanya dengan mengatakan “Jangan”, tetapi perlu menjelaskan kepada mereka sejak awal kenapa itu dilarang atau kenapa itu berbahaya melalui pengasahan panca inderanya.
    Blogger Comment
    Facebook Comment